Sejarah Kopi di Indonesia, hingga ke Tawangmangu
Sejarah kopi di Indonesia dimulai sejak tahun 1696 saat pendudukan Belanda di Nusantara. Saat itu, Belanda datang ke Pulau Jawa dengan membawa bibit kopi berjenis Arabika dari Malabar, India. Budidaya kopi mulai dilakukan untuk pertama kali di daerah khusus agrikultur dekat Batavia bernama Kedawung.
Namun sayangnya, percobaan penanaman kopi tersebut gagal karena faktor cuaca ekstrem di wilayah Kedawung, seperti banjir dan gempa bumi yang menghambat dan menyebabkan kegagalan pada fase pertama. Sekitar tiga tahun kemudian, Belanda kembali membawa batang kopi dari Malabar yang merupakan hasil stek. Upaya ini menuai hasil positif, dan biji kopi dari Pulau Jawa sukses menjadi komoditas populer pada tahun 1706.
Kesuksesan ini mendorong Belanda untuk menanam kopi di berbagai pulau di Indonesia, memunculkan beragam jenis kopi lokal. Beberapa daerah menghasilkan cita rasa unik, dipengaruhi oleh letak geografis dan kondisi alam masing-masing. Salah satunya adalah wilayah Sekipan, Desa Kalisoro, Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.
Kawasan ini terletak di lereng Gunung Lawu pada ketinggian sekitar 1.000–1.500 mdpl, dengan iklim sejuk dan tanah vulkanik subur — sangat cocok untuk budidaya kopi. Kopi di Sekipan telah dikenal sejak masa penjajahan. Namun sempat hampir punah karena tergantikan oleh tanaman pinus hingga tahun 1980-an. Bukti peninggalan kopi zaman Belanda masih bisa ditemukan meskipun makin hari makin menghilang akibat alih fungsi lahan.
Pada tahun 2019, masyarakat Sekipan bersama Prohutani mulai mengembangkan kembali perkebunan kopi secara masif. Gerakan besar bernama “Tanam 1 Juta Pohon Kopi” diluncurkan pada tahun 2021 sebagai upaya menjadikan Karanganyar sebagai kawasan produk kopi nasional.
Saat ini, kopi dari Sekipan menjadi salah satu produk unggulan warga. Kopi ini mulai dilirik oleh pecinta kopi lokal dan nasional serta mendukung sektor pariwisata dan ekonomi kreatif di kawasan Tawangmangu. Perkembangannya ditopang oleh kelompok Prohutani yang mengolah kopi secara modern — mulai dari panen, pascapanen (dengan metode seperti full wash dan honey process), hingga distribusi.
Beberapa kedai kopi lokal juga mulai mempromosikan Kopi Sekipan sebagai bagian dari wisata kuliner Karanganyar. Jika Anda tertarik mencoba, kopi ini tersedia dalam bentuk biji sangrai maupun bubuk. Karakteristik rasanya yang unik merupakan hasil dari kondisi alam pegunungan Lawu yang khas.
Ketika alam yang subur, semangat petani, dan tradisi lokal berpadu — lahirlah kopi dengan cita rasa dan cerita yang tak terlupakan.